Saturday, September 30, 2017

15 ETIKA ISLAM DALAM  MENGGUNAKAN LAMAN  SOSIAL


Di zaman dunia tanpa sempadan, penggunaan laman  sosial  merupakan salah satu bahagian dalam hidup seseorang untuk melakukan  komunikasi dan saling berinteraksi dengan orang lain. 

Berkomunikasi di laman  sosial  tidak jauh beza dengan dunia nyata. Bahkan efek negatifnya di dunia maya lebih besar karena kita tidak tahu bagaimana ekpresi orang yang membaca apa yang kita tulis sehingga kita dengan mudah dapat membaca situasi tersebut.

Diantara adab Islam dalam menggunakan laman sosial  tersebut di antaranya adalah: 

1. Niatkan segala aktifiti yang baik sebagai ibadah dan ikhlaskan hati kerana Allah SWT semata-mata, bukan untuk mencari  nama atau kemasyhuran.

Dari Umar bin Khattab RA Rasulullah SAW  bersabda:

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

Ertinya:

"Sesungguhnya segala amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang ia niatkan". (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Jangan menggunakan laman sosial dengan tidak mengingati Allah SWT (jangan  lupa berzikir dan bersholawat).

Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda:

ما قعد قوم مقعدا لا يذكرون فيه الله عز وجل ، ويصلون على النبي صلى الله عليه وسلم ، إلا كان عليهم حسرة يوم القيامة ، وإن دخلوا الجنة للثواب.

Ertinya:

"Tidaklah suatu kaum duduk dalam satu majlis tampa berzikir mengingat Allah SWT dan bersalawat kepada Nabi Muhammad sallallahu'alaihi wasallam, kecuali akan menjadi penyesalan bagi mereka di hari kiamat sekalipun mereka sudah masuk surga karena pahalanya". (HR. Ahmad).

3. Memulakan pembicaraan dalam laman sosial dengan memberi dan menjawab salam.

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 86:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا.

Ertinya:

"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa". ( QS. An-Nisaa':86)

Penghormatan dalam Islam tersebut  ialah: dengan mengucapkan (السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ) Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Dari Abu Hurairah RA; Rasulullah SAW bersabda:

لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا. أولا أدلكم على شيء إذا فعلتموه تحاببتم أفشوا السلام بينكم.

Ertinya:

"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman sampai kalian saling mencintai. Inginkah kalian kutunjukkan pada sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara kalian". ( HR. Muslim).

4. Menggunakan media  sosial sebagai salah satu bentuk Amar ma'ruf nahi mungkar.

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah Ali-Imran ayat 110 : 

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ.

Ertinya :

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar". (QS. Ali Imran:110)

Dari Abu Sa'id RA; Rasulullah SAW bersabda:

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان.

Ertinya:

"Barangsiapa dari kalian yang melihat kemungkaran maka perbaikilah dengan tanganmu, kalau kamu tidak mampu maka dengan lidahmu, kalau kamu tidak bisa maka dengan hatimu, dan itu adalah selemah-lemahnya iman". (HR. Muslim).

5. Sebarkan berita yang baik-baik dan jauhi hal-hal yang negatif (seperti dosa, maksiat, kemungkaran, fitnah  serta perbalahan dan perpecahan ).

Dari Abu Hurairah RA; Rasulullah SAW  bersabda:

من دعا إلى هدى، كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة، كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه، لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا [صحيح مسلم]

Ertinya:

" yang mengajak kepada kebaikan maka ia akan mendapat pahala seperti pahal yang mengerjakannya tampa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti dosa yang mengerjakannya tampa mengurangi dosa mereka sedikitpun". (HR. Muslim).

6. Jangan menyebarkan semua berita apa yang di dapat dalam  media  sosial meskipun  ianya adalah kebaikan, kerana tidak semua kebaikan harus disampaikan, perhatikan situasi dan kondisi orang yang akan mendengar atau membacanya.

Dari Hafs bin 'Ashim RA ; Rasulullah SAW  bersabda:

كفى بالمرء كذبا أن يحدث بكل ما سمع.

Ertinya:

"Cukuplah seseorang dianggap pembohong jika ia menyampaikan semua apa yang ia pernah dengar. (HR. Muslim).

Ali bin Abi Thalib RA berkata:

حدثوا الناس، بما يعرفون أتحبون أن يكذب، الله ورسوله.

Ertinya:

"Sampaikanlah kepada orang-orang apa yang bisa ia pahami, sukakah kalian jika Allah SWT  dan rasul-Nya didustakan?" (HR. Bukhari)

Abdullah bin Mas'ud RA berkata:

ما أنت بمحدث قوما حديثا لا تبلغه عقولهم، إلا كان لبعضهم فتنة.

Ertinya:

"Tidaklah kamu menyampaikan sesuatu kepada satu kaum yang belum bisa mereka pahami kecuali hal itu akan menjadi fitnah (cobaan dan masalah) bagi sebagian mereka". (HR. Muslim).

7. Berhati-hati dalam menerima suatu  informasi dan ketika menyebarkannya.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah Al-Hujuraat ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ.

Ertinya:

"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". (QS. Al-Hujuraat:6).

Ayat di atas menyebutkan orang-orang fasik. karena kebanyakan mereka yang suka  membawa berita-berita  palsu (bohong), sedangkan bagi orang taat tidak akan sampai membawa berita-berita yang palsu dan dusta.

8. Berkata/menulis dengan kalimat yang baik-baik atau diam itu lebih baik.

Dari Abu Hurairah RA; Rasulullah SAW bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت.

Ertinya:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari kiamat maka ucapkanlah yang baik atau diam". (HR. Bukhari dan Muslim).

9. Berteman dalam laman  sosial  dengan orang-orang yang baik untuk kebaikan bersama.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqaan ayat 27-29:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (27) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا. 

Ertinya:

"Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (menyesali perbuatannya), seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) Aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiKu; kiranya Aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia Telah menyesatkan Aku dari Al Quran ketika Al Quran itu Telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia". (QS. Al-Furqaan: 27-29).

Dari Abu Musa RA; bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:

مثل الجليس الصالح والسوء، كحامل المسك ونافخ الكير، فحامل المسك: إما أن يحذيك، وإما أن تبتاع منه، وإما أن تجد منه ريحا طيبة، ونافخ الكير: إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد ريحا خبيثة " 

Ertinya:

"Perumpamaan teman yang baik dan buruk, seperti penjual parfum dan pandai besi. Penjual parfum: Bisa jadi ia akan memberimu parfumnya atau kamu beli darinya, atau sekedar mencium bau harum darinya. Sedangkan pandai besi: Bisa jadi bajumu terbakar oleh percikan apinya atau kamu mehirup bau yang tidak sedap". (HR. Bukhari dan Muslim)

10 . Jauhi buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang, saling  mengata antara satu sama lain (gibah), mengadu domba (namimah), iri hati dan perasaan hasad dengki.

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surah Al-Hujuraat ayat 12:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيم.

Ertinya:

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hujuraat:12)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

إياكم والظن، فإن الظن أكذب الحديث، ولا تحسسوا، ولا تجسسوا، ولا تنافسوا، ولا تحاسدوا، ولا تباغضوا، ولا تدابروا، وكونوا عباد الله إخوانا.

Ertinya:

"Jauhilah olehmu perasaan buruk sangka, karena buruk sangka adalah ungkapan yang paling dusta, dan janganlah kalian menguping pembicaraan orang lain, dan jangan mencari-cari keburukan orang lain, dan jangan bersaing yang tidak sehat, dan jangan saling iri, dan jangan saling bermusuhan, jangan saling membelakangi (menjauhi), dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Hudzaifah RA ; Rasulullah SAW bersabda:

لا يدخل الجنة نمام.

Ertinya:

"Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (namimah). (HR. Bukhari dan Muslim)

11. Jangan menggunakan media sosial hanya untuk saling menghina, mencaci maki  dan mengutuk orang lain.

Dari Abdullah bin Mas'ud RA  Rasulullah SAW bersabda:

سباب المسلم فسوق.

Ertinya:

"Mencaci sesama muslim adalah suatu kefasikan". (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abdullah bin Mas'ud RA; Rasulullah SAW bersabda:

ليس المؤمن بالطعان ولا اللعان ولا الفاحش ولا البذيء .

Ertinya:

"Orang beriman (yang sempurna imannya) tidak suka mencela, tidak suka melaknat, tidak berlaku jelek, dan tidak berkata buruk. (HR. Tirmidzi).

12. Jaga pandangan mata dari perbuatan yang haram.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah An-Nuur ayat 30-31:

{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ} [النور: 30، 31]

Ertinya:

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya". (QS. An-Nuur: 30-31)

13. Jangan menggunakan media sosial dengan menayangkan gambar-gambar yang tidak menutup aurat (foto).

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء.

Ertinya:

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (aurat), kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (QS. An-Nuur:31).

14. Gunakan media sosial untuk saling  mengajak kebaikan dan membantu orang lain yang memerlukan  petolongan.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.

Ertinya:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". (QS. Al-Maidah:2)

Dari Abu Hurairah RA; Rasulullah SAW bersabda:

الله في عون العبد ما كان العبد فى عون أخيه.

Ertinya:

"Allah akan senangtiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut sentiasa menolong saudaranya". (HR. Muslim).

15. Jangan  membuang waktu sia-sia dalam menggunakan media sosial. (Dengan melakukan sembang-sembang kosong yang tidak  berfaedah).

Allah SWT berfirman dalam surah Al Mu’minun ayat  99-100:

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Ertinya:

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan” (QS. Al Mu’minun: 99-100).

Rasulullah SAW bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Ertinya:

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dan  Ibnu Majah).

Ya Allah jadikan hidup kami dapat  memberi manfaat kepada orang ramai. Jangan Engkau jadikan waktu kami  terbuang  sia-sia  dalam hidup kami dengan saling menjawab perkara yang tidak berguna. Mudah-Mudahan ucapan dan perbuatan kami  menjadi amalan  sholeh dalam  hidup  kami. Aamiinn Yaa Robbal 'Aalamiin.

Artikel nukilan Ustaz Sihabuddin Muhaemin

Sunday, September 3, 2017

SALAH ERTI HUKUM JAMAK DAN QASAR


Posted on 19/01/2015 by aburuqayya

Allah Subhanahu wa ta’ala memberi dua kemudahan atau keringanan kepada orang yang bermusafir untuk melaksanakan solat iaitu JAMAK dan QASAR.

SYARAT JAMAK DAN QASAR

Untuk seseorang itu mendapat kelayakan rukhsah(keringanan) solat musafir(jamak dan qasar) mestilah menepati beberapa syarat. Berikut adalah syarat-syarat yang dimaksudkan (Rujuk: al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Mazhab al-Imam al-Syafi’ie, Jilid 1, Bab Solat Musafir) :

Pertama: Mestilah berada di dalam keadaan bermusafir iaitu perjalanan ke destinasi sekurang-kurangnya dua marhalah.

Solat yang telah masuk waktunya tetapi belum ditunaikan sebelum memulakan perjalanan tidak boleh diqasarkan kerana dia belum dikatakan sebagai musafir ketika solat tersebut wajib ke atasnya.

Sebagai contoh: Ali mahu pergi ke Johor Bahru, ketika dia hendak bertolak(masih di rumah) waktu zohor sudah pun masuk, maka dia wajib menunaikan fardu Zohor bukan menangguhkan solat fardu itu di luar untuk diqasarkan dan dijamakkan dengan Asar. Ini kerana setiap muslim diwajibkan mengerjakan solat fardu apabila masuknya waktu solat.

Kedua: Perjalanannya telah melepasi pagar qaryah(ia boleh diterjemahkan sebagai kawasan kampung, taman perumahan, mukim atau daerah mengikut uruf setempat).

Anda boleh memilih melepasi kawasan perumahan jika anda tinggal di kawasan taman perumahan atau kampung, ia dikira sebagai kawasan boleh dianggap sebagai kawasan bermukim menurut Imam al-Rafi’ie.

Orang yang masih berada di dalam kawasan pagar qaryahnya atau kawasan bangunan qaryahnya tidak dinamakan musafir. Ini kerana perjalanan tersebut hanya bermula ketika melepasinya dan akan berakhir apabila sampai semula ke kawasan itu. Oleh itu, tidak harus mengqasarkan solat kecuali solat yang wajib atasnya dan melakukannya dalam lingkungan tempoh musafir tersebut. Hal ini berdasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Saidina Anas bin Malik Radiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَبِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

Maksudnya: “Aku menunaikan solat Zohor bersama-sama Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah 4 rakaat dan solat Asar di Zulhulaifah 2 rakaat. (Hadith riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

*Zulhulaifah terletak di luar kawasan bangunan Madinah.

Hadith di atas menunjukkan Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam mengqasarkan solat setelah berada di luar kawasan permukiman, iaitu Nabi tidak bersolat musafir ketika masih berada di Madinah.

Ketiga: Tidak mengikuti imam solat yang bermukim jika ingin mengqasarkan solat.

Jika mengikuti imam yang bermukim, anda tidak perlu mengqasarkan solat tetapi boleh berniat jamak dengan solat fardu yang lain dan selepas itu boleh disusuli dengan mengqasarkan solat yang seterusnya.

Keempat: Tidak berniat menetap selama empat hari atau lebih di tempat yang dituju selain pada hari mula sampai dan pada hari akan keluar dari destinasi.

Apabila berniat menetap selama empat hari, jadilah tempat yang dituju itu seolah-olah negerinya atau tempat tinggalnya yang tetap. Oleh itu dia tidak boleh bersolat qasar lagi di situ dan haknya untuk bersolat musafir masih diharuskan semasa dalam perjalanan sahaja.

HUKUM YANG DISALAH FAHAM

Syarat ke-4 merupakan perkara yang paling disalah ertikan oleh ramai orang. Sehingga mereka menyangka jika sudah merancang untuk menetap di sesuatu tempat (contohnya) 2 minggu, maka mereka menyangka masih boleh menjamak dan mengqasarkan solat dalam tempoh tiga hari. Sedang ia adalah sangkaan yang salah dan tidak bertepatan dengan apa yang termaktub di dalam kitab-kitab Fiqh Mazhab Syafi’ie.

Jika seseorang yang menetap (contohnya) di Shah Alam merancang untuk berada (contohnya) di Kota Bahru selama 7 hari. Maka dia hanya dibenarkan untuk menjamak dan qasar ketika dalam perjalanan sahaja dan setibanya di destinasi dia sudah menjadi orang yang bermukim.

MENGAPA TIDAK BOLEH LAGI JAMAK DAN QASAR?

Ini kerana apabila seseorang itu berazam untuk menetap (contohnya) di Kota Bahru selama 4 hari atau lebih, ini bermakna ia telah berniat bermukim di destinasi itu. Apabila dia sampai ke destinasi tersebut maka dia sudah mendapat status orang yang bermukim bukan lagi musafir. Sedangkan rukhsah(keringanan) solat musafir hanya diizinkan oleh Allah Ta’ala bagi orang yang berstatus musafir, sepertimana Allah berfirman di dalam surah al-Nisa’, ayat 101:

} وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ } النساء: 101

Maksudnya: “Dan apabila kamu musafir di muka bumi, maka kamu tidaklah berdosa “mengqasarkan” (memendekkan) sembahyang.”

Permasalahan ini telah dijelaskan oleh Imam al-Nawawi Rahimahullah di dalam karangannya ‘Mihaj al-Tolibin’, menurut beliau:

ولو نوى إقامة أربعة أيام بموضع انقطع سفره بوصوله، ولا يحسب منها يوما دخوله وخروجه على الصحيح

Maksudnya: “Jika seseorang berniat mukim(iqamah) selama 4 hari di destinasi maka terputus (hukum) musafirnya dengan ketibaannya (di destinasi) dan tidak dikira dari tempoh itu hari dia masuk (ke destinasi) dan keluar (dari destinasi) menurut pendapat yang sahih.”

Menurut kenyataan Imam Nawawi di atas, tempoh seseorang itu mendapat status mukim ialah 4 hari, jika seseorang itu berazam atau berniat untuk menetap (contohnya) Kota Bahru selama 3 hari atau kurang dari itu, maka dia masih boleh melakukan solat musafir(jamak & qasar) selama tempoh itu walaupun sudah sampai atau berada di destinasi. Ini kerana dia masih dalam keadaan musafir.

APAKAH MAKSUD ‘TIDAK TERMASUK HARI KELUAR DAN MASUK’?

Menurut mazhab Syafi’ie, tempoh untuk menentukan seseorang itu berstatus mukim ialah menetap di sesuatu tempat selama 4 hari(24 jam darab 4) atau lebih, tetapi tidak dikira hari perlajanan ke destinasi dan hari pulang.

Sebagai contoh:

Situasi 1:

Ahmad akan bercuti di Kota Bahru selama 6 hari iaitu dari hari Isnin hingga Sabtu. Menurut perancangan, Ahmad akan bertolak dari Shah Alam pada hari Isnin dan akan bertolak pulang dari Kota Bahru pada hari Sabtu. Jadi tempoh sebenar Ahmad berada di Kota Bahru ialah 4 hari setelah tolak hari pergi dan pulang. Menurut kiraan tersebut, Ahmad secara otomatik telah berniat bermukim di Kota Bahru iaitu selama 4 hari(Solid). Dengan ini, setiba Ahmad di Kota Bahru beliau tidak boleh lagi solat musafir.

Situasi 2

Berlainan pula jika Ahmad akan bercuti di Kota Bahru selama 5 hari iaitu dari hari Isnin hingga Jumaat. Menurut perancangan, Ahmad akan bertolak dari Shah Alam pada hari Isnin dan akan bertolak pulang dari Kota Bahru ke Kuala Lumpur pada hari Jumaat. Jadi tempoh sebenar Ahmad berada di Kota Bahru ialah 3 hari setelah tolak hari pergi dan pulang. Ini bermakna Ahmad masih lagi berstatus musafir meskipun sudah tiba di Kota Bahru kerana keberadaannya di sana kurang dari 4 hari.

APAKAH HUJAH ATAU DALIL MAZHAB SYAFI’IE TENTANG TEMPOH MUKIM BERDASARKAN 4 HARI?

Hujah Imam al-Syafi’ie berdalilkan sepotong riwayat yang diriwayatkan di dalam Sahih Imam Bukhari dan Muslim(dengan lafaz Imam Muslim):

عن الْعَلَاءَ بْنَ الْحَضْرَمِيِّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “لِلْمُهَاجِرِ إِقَامَةُ ثَلَاثٍ بَعْدَ الصَّدَرِ بِمَكَّةَ”، كَأَنَّهُ يَقُولُ لَا يَزِيدُ عَلَيْهَا.

Maksudnya: Saidina al-‘Ala bin al-Hadrami Radiyallahu ‘anhu berkata, ‘aku mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda’, “Mukim bagi Muhajir selama 3 hari di Mekah selepas kembali dari Mina”, ‘Seolah-olah Baginda menyatakan tidak lebih dari tempoh itu’.

Menurut Imam Ibn Hajar al-‘Asqallani di dalam Fathul Bari, hadith ini memberi maksud bahawa Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam melarang golongan Muhajirin –Radiyallahu ‘anhum- bermukim di Mekah sebelum pembukaan kota tersebut.

Menurut Imam Nawawi pula(juga dalam Fathul Bari), hadith ini menjelaskan bahawa Baginda Sallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan golongan Muhajirin bermastautin di Mekah.

Menurut Imam Ibn Hajar lagi:

ويستنبط من ذلك أن إقامة ثلاثة أيام لا تخرج صاحبها عن حكم المسافر

Maksudnya: Pengajaran yang boleh diambil dari itu(hadith), sesungguhnya menetap selama tiga hari tidak mengeluarkan seorang itu dari hukum musafir.

Berdasarkan hadith sahih di atas dan penjelasan dari kedua-dua imam menunjukkan bahawa tempoh menetap yang melebihi dari tiga hari(iaitu 4 hari dan ke atas) adalah tempoh yang tidak melayakkan seseorang menjadi seorang musafir.

Hadith dikuatkan lagi dengan tindakan Saidina Umar al-Khattab Radiyallahu ‘anhu yang tidak membenarkan golongan kuffar ahli zimmah menetap di bumi Hijaz dan beliau membenarkan para peniaga dari kalangan ahli Zimmah menetap selama tiga hari sahaja.(Rujuk: al-Talhis al-Habir)

Selain itu sepertimana yang diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam al-Muwatta’ (Riwayat Muhammad bin al-Hasan) bahawa Saidina Umar membenarkan golongan Yahudi dan Nasrani berada di Madinah selama tiga hari untuk mendapatkan keperluan mereka dan tidak boleh seorang di antara mereka menetap lebih dari tempoh tersebut. (Rujuk: Ifadah al-Raghibin)

Tindakan Saidina umar menunjukkan bahawa beliau tidak mahu golongan kuffar bermukim dan menetap di Tanah Haram, lalu beliau hanya membenar golongan ini dalam keadaan musafir sahaja.

Ini lah dalil yang menjadi asas Imam al-Syafi’ie Radiyallahu ‘anhu dalam menentukan tempoh permukiman.

BAGAIMANA PULA RIWAYAT NABI PERNAH MENGQASARKAN SOLAT LEBIH DARI 3 HARI?

Sememangnya terdapat riwayat sahih yang menunjukkan baginda pernah mengqasarkan solat ketika musafir lebih dari 3 hari. Ini seolah-olah pada zahirnya, mazhab Syafi’ie bertentangan dengan Sunnah. Riwayat yang dimaksudkan ialah:

عن عمران بن حصين رضي الله عنه قال: “غزوت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وشهدت معه الفتح، فأقام بمكة ثماني عشر ليلة، لا يصلي إلاّ ركعتين“. رواه أبو داود

Maksudnya: Saidina Imran bin Husain Radiyallahu ‘anhu berkata, “Kami pergi berperang bersama-sama Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku menyertai Baginda ketika pembukaan kota Mekah, lalu Baginda menetap di Mekah selama 18 hari dan Baginda tidak mengerjakan solat melainkan dua rakaat(qasar)”. (Hadith riwayat Imam Abu Daud)

Pendirian mazhab Syafi’ie mengenai hadith ini, apabila seseorang berniat tinggal di sesuatu tempat yang TIDAK PASTI TEMPOH MENETAP di sesuatu tempat kerana MELAKUKAN TUGAS YANG BELUM TENTU TAHU BILA SELESAINYA, maka dia boleh mengqasarkan solat sehingga 18 hari tidak termasuk hari pergi dan pulang. Berdasarkan hadith di atas, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetap selama tempoh tersebut pada tahun pembukaan kota Mekah kerana memerangi puak Hawazin dan Baginda mengqasarkan solatnya kerana Baginda tidak pasti berapa lama Baginda terpaksa tinggal di situ. (Rujuk: al-Fiqh al-Manhaji atau Ifadah al-Raghibin)

Isu ini juga dijelaskan oleh Imam al-Nawawi di dalam ‘Minhaj al-Tolibin’:

ولو أقام ببلد بنية أن يرحل إذا حصلت حاجة يتوقعها كل وقت قصر ثمانية عشر يوما, وقيل: أربعة، وفي قول: أبدا.

Maksudnya: “Jika seseorang menetap di sebuah negeri dengan niat bahawa dia akan meninggalkan (negeri itu) jika tercapai hajatnya(selesai sesuatu urusan) seperti yang dijangkakan, maka dia boleh qasar setiap waktu selama 18 hari. Ada pendapat lain selama 4 hari, juga terdapat qaul menyatakan selama-lamanya.”

Walaubagaimana pun, pendapat yang muktamad di dalam Mazhab Syafi’ie ialah tidak lebih dari 18 hari iaitu tidak termasuk hari pergi dan pulang. Hukum keringanan ini(jamak & qasar selama 18 hari) hanya untuk sesiapa yang tidak tahu atau tidak pasti berapa lama dia akan berada di sesuatu destinasi kerana urusan belum pasti selesai.

Sebagai contoh: Ali mengidap satu penyakit dan penyakit ini hanya boleh dirawat di Singapura. Tempoh rawatan itu tidak boleh dipastikan oleh pakar perubatan. Lalu Ali pergi bermusafir ke Singapura dalam keadaan tidak pasti berapa lama di akan menetap di Singapura kerana bergantung kepada tempoh rawatan yang tidak pasti. Jadi dalam situasi ini, Ali boleh menjamak dan qasar solatnya selama 18 hari tidak termasuk hari pergi dan pulang.

PENUTUP

Sememangnya solat jamak dan qasar merupakan rukhsah kurniaan Allah ta’ala pada hamba-hambanya. Ini membuktikan rahmat dan kasih sayang Allah pada kita semua agar tidak lekang dari mendirikan solat yang telah disyariatkan kepada kita. Artikel di atas menerangkan konsep sebenar solat musafir dalam kaedah yang sebenar  menurut mazhab Imam Syafi’ie -radiyallahu ‘anhu- beserta dengan dalil yang sahih dari Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Oleh itu perlu beramal sesuatu itu dengan ilmu pengetahuan dan fakta yang tepat bukan dengan ikut-ikutan, apatah lagi dengan sengaja mencari pendapat yang lebih ringan sehingga menjadikan seseorang itu bermudah-mudahan di dalam menjalani ibadah. Amalan bermudah-mudah sebegini semestinya dicela oleh para ulama salaf dan khalaf, malah ulama bersepakat bahawa seseorang yang memilih-milih pendapat atas dasar kemudahan atau mengikut hawa nafsu diharamkan di sudut syarak.

Bukan sedikit para ulama salaf dan khalaf memberi amaran mengenai amalan memilih pendapat yang paling mudah/senang. Menurut seorang ulama tabi’ien, Imam Sulaiman al-Taimi(meninggal: 143h)-Rahimahullah-:

إن أخذت برخصة كل عالم اجتمع فيك الشر كله

Maksudnya: “Jika kamu mengambil rukhsah dari setiap orang alim, maka segala kejahatan telah terkumpul di dalam diri kamu”. (Siyar al-A’lam al-Nubala’)

Menurut Majlis fatwa kerajaan Arab Saudi:

أما إن كان المراد بالأخذ بالرخص في الدين هو الأخذ بالأسهل وما يوافق هوى الإنسان من فتاوى وأقوال العلماء – فإن ذلك غير جائز، والواجب على الإنسان أن يحتاط لدينه، وأن يحرص على إبراء ذمته

Maksudnya: “Manakala jika dimaksudkan mengambil rukhsah di dalam agama iaitu mengambil pendapat yang paling senang/mudah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat ulama yang mana menepati hawa nafsu manusia, maka ini tidak dibenarkan. Apa yang wajib bagi setiap insan ialah bersikap berhati-hati di dalam agamanya dan berusaha untuk berlepas diri darinya(mengambil pendapat yang paling mudah).”

Allah ta’ala telah mensyariatkan solat pada waktu yang telah ditetapkan, namun ada keringanan diberikan oleh Allah melalui pensyariatan solat jamak dan qasar. Walaubagaimana pun keringanan ini perlu menepati syarat-syarat dan kaedah-kaedah yang telah ditetap oleh ahli-ahli fiqh berdasarkan al-Quran dan Sunnah Nabawiyyah serta amalan para sahabat.

Wallahu A’lam

____________________________

-INFO TAMBAHAN BERKAITAN SOLAT JAMAK DAN QASAR:

JAMAK QASAR DI KAMPUNG HALAMAN

JAMAK QASAR BAGI YANG BERTUKAR-TUKAR TEMPAT

TIDAK PASTI IMAM SOLAT QASAR ATAU TAMAM

IKUT IMAM YANG BERLAINAN NIAT, JENIS DAN RAKAAT